Postingan

SEPARUH JIWAKU HARUS KULEPAS

Gambar
KUINGIN ANAK-ANAK TETAP MENGHORMATIMU             Aku : "Baiklah aku dengarkan, aku tidak berjanji untuk bisa menyelesaikan masalahmu ya sayang, tapi aku hanya bisa mendoakan. bicaralah seolah-olah aku ini suamimu, tuangkan semua biar lega". Dia : "Ngge Ummi...., saya mulai ngge...". Bukan karena gajimu kecil, bukan karena kekurangan materi. Kau mencintaiku melebihi kau mencintai ibumu. Setiap hari kau pijitin badanku sepulang aku kerja, kau bikinkan minuman hangat, kau cucikan bajuku sejak pertama kita menikah dan aku yang memasak makanan untuk kita semua....             Aku sangat menyayangimu, aku ingin anak2 menghormatimu sampai kapanpun. Tapi...kenapa kau lakukan hal-hal yang kubenci.         Kau hutang sana sini, dengan dalih ini itu. Orang mengatakan kau penipu. Aku berusaha mempercayaimu. Tapi selalu terjadi dan terjadi. Apakah rasa sayangku ini yang salah. Yang tidak habis pikir sampai saat ini adalah, orang menagih hutang sampai ratusan

Sepenggal Hati yang Telah Lalu

Gambar
Biar Allah Saja yang Tahu Dulu... Saat masih kuliah, ada teman yang mengazamkan untuk menikahiku.... Tapi....Allah menghendaki lain. Kelimpungan dia mengatakan, bahwa ibunya tidak merestuinya. Air mataku menetes. Dan aku yakin dia juga menangis, karena di balik suaranya ada nada serak tanda lelaki menangis. "Pulanglah, terima kasih atas keterusteranganmu. Ikuti apa kata ibu. Karena aku tidak ingin menikah tanpa ridlo beliau".  Tidak mudah untuk berkata demikian. Tapi imanku membimbingku untuk mengucapkan itu. Aku berusaha ikhlas dengan ketetapan Allah, meski setiap sholat apalagi saat sholat malam, airmataku selalu mengucur deras.      Waktu terus berjalan, kuputuskan aku harus keluar dari kota yang sama, agar tidak terus mendengar kabarnya. Dan akupun sudah mulai bisa melupakannya. Namun...., yang terjadi tidak seperti yang kurencanakan. "ukhti...ikhwan sholeh akan menikah" kabar disampaikan oleh sahabatku. Dan ternyata, hatiku berdebar jug

Kekuatan Hati Wanita

Gambar
Saya Dimadu Tiga Perawakannya tegap, tidak memperlihatkan kelembutan sedikitpun. Bahasanya pojok kampung, yang membuat orang risih membacanya, termasuk salah satunya saya. Tapi dibalik itu semua, kelembutan hatinya yang luar biasa, membuatku salut dan takjub. Berawal dari pertemanan di FB, dia saya ajak berteman karena dia salah satu alumni sma di surabaya, teman dari Abu Maulana. Saya dikonfirmasi, tapi tak ada kata2 salam kenal sedikit pun. Suatu ketika dini hari jam 01.33, dia menyapa saya Dia : "Assalaamualaikum Ummi..." dan saya tahunya setalah sholat pas jam 03.16, saya jawab : "Waalaikum salam" Dan diapun menjawab setelah kegiatan pagi jam 05.53 : "Maaf, njenengan istri p Hamidy Warits ya?" Saya : "Injih" Dia : "Salam kenal Ummi..., saya teman sekolah waktu SMA" Saya : "Injih, sami2. Barokallah..., semoga kita dikumpulkan dalam majelis ilmu yang Allah ridloi. Mohon maaf kalau

Bisa jadi, kuncinya adalah kita sendiri

Gambar
Sebaik-baik Tempat Curhat Adalah Allah           Tidak hanya cantik fisiknya, adabnya terhadap orang lain juga santun, apalagi terhadap orang tua. Namun pagi itu saya tertegun. Me : "Kenapa sayang, bukannya lebih baik mengikuti beliau?" Dia : "Ummi... (air matanya tak terbendung). Saya sudah berusaha untuk mengerti." Me : "Coba curhat ke keluarga suami terdekat (ayah, ibu atau saudara kandungnya), jangan ke orang lain atau bahkan ke keluarga njenengan sendiri." Dia : "Ummi,...ibu dan adeknya sudah tidak mungkin, karena beliau-beliau mendukungnya. Sedangkan kakaknya jauh dari sini. Ayah..., kalau Ayah bilang sama ibu, ayah yang kena bentak. Dan akhirnya mentah. Padahal Ayah mertualah yang mendukung saya, yang menghibur hati saya kalau beliau datang. Tapi, berhenti di ayah saja, tidak ada solusi." Me : "Jangan memutuskan dulu, lihat anak2. Minta ke Allah. Usahakan selalu komunikasi dengan suami". Dia : "Ngge Ummi,

Anak madunya, dia ambil

Gambar
Saya Kurang Apa Ustadzah? (kisah nyata, di tahun 2011, Rumah Darmokali 7A Surabaya)         Putri pertamanya (panggil Titi = samaran) teman anakku yang kedua, putri keduanya (panggil Tata = samaran) teman anakku yang ketiga. Kami bersahabat, layaknya kakak dan adik. Kebetulan aku ustadzah dari anak-anaknya, dan tempat sharing seluruh keluarganya. Semua keluarganya, mulai dari mbah kakung, mbah uti, budhe, om dan keponakan-keponakannya kenal baik dengan kami, layaknya saudara.      Siang itu sepulang anak-anak sekolah, dia yang biasa kupanggil Bunda seperti putri-putrinya memanggilnya datang dan langsung masuk ke ruanganku, sambil berlinangan air mata. "Ustadzah, apa salah saya Ustadzah, apa kekurangan saya Ustadzah?" sambil terus menangis kubiarkan. Kutunggu sampai dia tenang sambil memberinya minum. "Ada apa Nda?" tapi dalam hati aku sudah menerka dari kalimat yang dia ucapkan.            "Papanya anak-anak punya selingkuhan Ustadzah...." sa